Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat suara perihal rencana penempatan dana dari perdagangan karbon, termasuk bursa karbon yang belum lama ini resmi diluncurkan pemerintah, tepatnya pada 18 September 2023 lalu.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, saat ini pemerintah belum memutuskan dana dari perdagangan karbon akan dikelola oleh kementerian mana. Namun yang pasti, lanjutnya, ada bagian untuk pemerintah dari dana tersebut.
“Pendapatan itu ada bagian pemerintah, itu pajak, ada buffer, itu kita mau mengamankan NDC (Nationally Determined Contribution). Dikelola sama siapa, itu belum diputuskan,” ungkap Dadan saat berbincang dengan media di Bandung, Jawa Barat, dikutip Senin (18/12/2023).
Dadan menyebutkan dana bagian pemerintah nantinya akan dikerahkan untuk pengembangan proyek pengurangan emisi karbon, termasuk pada proyek Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Dana hak pemerintah diarahkan untuk pengembangan proyek pengurangan emisi, termasuk EBT,” tambahnya.
Dengan begitu, pemerintah saat ini tengah merampungkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang nantinya akan menjadi basis aturan perdagangan karbon di Indonesia.
Setidaknya, ada tiga regulasi yang nantinya akan mengatur bagaimana bursa karbon berjalan di Indonesia. Ketiganya yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) tentang Penyelenggara Nationally Determined Contribution (NDC), Permen LHK tentang Perdagangan Karbon Luar Negeri, dan PMK tentang Pajak Karbon.
Perlu diketahui, Indonesia menaikkan target pengurangan emisi dari 29% menjadi 31,89% dengan kemampuan sendiri (NDC), dan naik menjadi 43,2% dengan dukungan internasional dari sebelumnya hanya ditargetkan 40% pada 2030 mendatang.
“Kita lagi menyelesaikan PMK. Itu kan nanti ada permen LHK, PMK sama implementasi Permen di sektor masing-masing,” ujarnya.